Sebagai perantau, pulang kampung atau mudik adalah hal yang umum dilakukan. Apalagi, sebagai anak (dan menantu), rasanya gak pantas kalau kita tidak menampakkan muka kepada orang tua (dan keluarga) di kampung. Ya, mungkin sih ada yang nanya juga ke keluarga, “eh bu…itu Ainun gimana kabarnya? Kok jarang pulang”. Oleh karena itu, selain untuk menuntaskan rindu (pada masakan ibu) dan biar gak ditanya-tanya terus, maka pulang kampung perlu dilakukan. Bagi kami sih, paling tidak 1 tahun sekali.
Memilih Perjalanan Darat di Sumatra
Nah, aku dan suami berasal dari daerah yang berbeda. Suami dari Padang (Sumatra), sementara aku dari Purbalingga (Jawa). Untuk urusan pulang kampung, kami sendiri lebih suka melakukan perjalanan darat dari Palembang, tempat kami bermukim sekarang. Mungkin, karena sedari kecil juga sering melakukan perjalanan darat, aku juga cukup menyenangi dan terbiasa untuk melakukan perjalanan darat.
Setiap daerah memiliki perbedaan. Pembangunan menjadi salah satu penyebab dari perbedaan yang terjadi. Contohnya saja jika di Jawa ada tol yang membuat perjalanan bisa semakin cepat, di Sumatra belum semua daerah memiliki tol. Makanya, perjalanan darat di Sumatra pun akan berbeda dengan perjalanan darat di Jawa.
Hal-hal yang Kerap Ditemui dan Harus Dihadapi Saat Perjalanan Darat di Sumatra
Beberapa kali melakukan perjalanan darat di Sumatra membuatku cukup tahu hal-hal yang mau tidak mau harus dihadapi saat perjalanan darat di Sumatra. Berdasarkan pengalamanku melakukan perjalanan darat dari Palembang-Lampung, Palembang – Jambi – Padang, dan Palembang – Padang – Pekanbaru – Jambi, aku mencoba menceritakan hal-hal yang kerap ditemui dan mau tidak mau harus dihadapi saat perjalanan darat di Sumatra.
Jalan yang Rusak
Akses jalan yang kurang baik atau rusak sepertinya adalah hal yang umum ditemukan di jalan nasional atau jalan provinsi, terlebih di Sumatra. Akses jalan yang mendingan (alias gak rusak-rusak banget) itu mungkin bisa ditemui saat musim mudik Lebaran saja. Itu pun rasanya jalan yang bolong seperti ditambal sekenannya dan menjadi bergelombang. Selain waktu mudik, biasanya sih jalan bolong seperti dibiarkan saja. Mungkin banyaknya truk-truk besar dengan muatan berat yang melintas menjadi salah satu faktor kerap kali jalan-jalan sering rusak.
Apa akibatnya dari jalan rusak? Ya tentu saja waktu tempuh perjalanan semakin lama karena kita harus mencari jalan yang lebih nyaman untuk dilalui dan kecepatan kendaraan pun menjadi lebih pelan.
Pemandangan Perkebunan Sawit atau Karet
Selama melakukan perjalanan darat di Sumatera, pemandangan yang kerap kali ditemui adalah perkebunan, entah perkebunan sawit atau karet. Ratusan mungkin ribuan pohon berjajar rapi di kiri dan kanan jalan bisa menjadi ide permainan, kira-kira berapa banyaknya pohon yang ditanam ya. Biasanya, kalau melewati perkebunan sawit atau karet seperti ini, rumah penduduk atau ruko terlihat jarang sekali.
Jadi, gak bisa auto nyanyi “kiri kanan kulihat saja, banyak pohon cemara”
Sapi dan Kambing yang Santai Menyebrang Jalan
Giliran gak ketemu perkebunan sawit atau karet, biasanya akan ada pemandangan rumah-rumah penduduk yang punya halaman luas sekali. Begitu masuk ke kawasan ini, yang harus disiapkan lagi adalah bertemu rombongan sapi atau kambing. Kadang mereka di pinggir, tapi sesekali juga kita harus siap ketemu hewan-hewan ini yang berani menyebrang jalan dengan santai.
Rest Area yang Sedikit
Adanya jalan tol di daerah Jawa dengan fasilitas rest area yang memadai tentu sangat menunjang. Namun, hal yang berbeda akan ditemui di Sumatra yang tol panjangnya baru ada di Lampung dan Sumatera Selatan. Setahuku, tol Lampung – Sumsel pun urusan rest areanya masih dalam tahap pembangunan. Apalagi kalau perjalanan di jalan nasional, rest area mah sedikit banget. Biasanya, ada restoran besar yang juga menawarkan dan menjadi rest area, tapi itu pun bisa dihitung dengan jari, seperti restoran Pagi Sore dan Tahu Sumedang Renyah. Ada sih kantor tentara atau polisi yang menuliskan di tempat mereka adalah rest area, tapi kan serem ya istirahat di sana haha.
Nah, karena rest area (sekaligus tempat makan) juga sedikit, maka kita tak banyak pilihan untuk makan dan istirahat. Paling ya istirahat di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar) atau mini market (seperti Indomaret) yang menyediakan kopi dan tempat duduk. Tapi, lagi-lagi itu jarang.
Daerah yang jarang warung makan
Erat kaitannya sama rest area yang sedikit, bakal muncul pertanyaan juga, kalau perjalanan gini makannya gimana kira-kira? Biasanya sih, kalau berangkat pagi, kami suka bekal makanan seperti McD atau KFC untuk siang. Yah, gak bagus juga sebenarnya sih ya. Tapi gimana, khawatir pas lapar eh masuk di daerah yang jarang warung makan atau kejebak macet.
Banyaknya kebun seperti sawit membuat rumah penduduk atau ruko jadi tampak jarang sekali. Kalaupun ada penjual makanan di perjalanan seringnya adalah lapo atau rumah makan khas Batak, yang kadang ada tulisan menyediakan B1 dan B2 (makanan non halal). Selain lapo, ada sih rumah makan Padang atau Jawa yang disinggahi truk besar, tapi dari luar tampak sepi dan kotor. Akhirnya ya, kami gak mampir di sana.
Tapi, pernah juga sih beberapa kali kami makan siang di perjalanan. Ada kalanya kita melewati daerah pasar. Nah, penjual makanan di daerah pasar yang ramai ini cenderung lebih beragam gak cuma warung nasi padang, ada juga warung yang menjual bakso, ayam bakar dan lain-lain. Sebelum menemukan daerah yang jarang warung makan, ada baiknya kalau ketemu warung yang agak mendingan seperti di area pasar ini, kita mampir isi perut dulu sebelum kelaparan.
Toilet yang Kurang Bersih
Masih setali tiga uang sama urusan rest area. Pilihan tempat istirahat yang sedikit membuat kita paling ‘ngelurusin kaki’ di SPBU. SPBU pun harus dipilih-pilih, kadang ada yang tampak SPBUnya aja kotor kusam. Ada juga yang gak menyediakan toilet.
Giliran SPBU yang menyediakan toilet, jumlah toilet yang tersedia biasanya terbatas dan sering ditemui toilet yang kurang bersih. Kurang bersih ini bisa jadi memang kurang diperhatikan, bisa juga karena air daerah tersebut yang memang kotor dan keruh. Urusan toilet ini seringnya yang ribet anak-anak sih. Suka gak mau pipis di tempat yang menurut mereka kotor.
Selain di SPBU, bisa juga sih istirahat di mushola atau masjid. Tapi, ya ada juga masjid atau mushola yang kurang dirawat dan rasanya toiletnya kurang bersih. Lalu gimana mengatasinya? Kalau mau sebelum masuk toilet ya kita bawa air di kemasan sendiri untuk membasuh.
Truk-Truk Besar yang Lebih Banyak dari Bis Antar Kota
Namanya juga jalan di lintasan antar kota antar provinsi, maka tentu saja kita akan bertemu dengan truk-truk besar yang membawa aneka bawaan, seperti sembako, sayuran, bahkan ada yang mengangkut mobil. Sebenarnya hal yang sama juga ditemui di manapun, namanya juga jalur distribusi. Bedanya, aku ngerasa kendaraan truk pengangkut ini lebih banyak dibanding bis antar kota. Beda banget sama di jalanan Jawa yang bis antar kotanya beragam.
Vespa Gembel di Malam Hari
Walaupun sudah memperhitungkan supaya paling tidak saat magrib sudah sampai di kota tujuan, nyatanya sering kali kami ‘molor’ sampai paling malam jam 10 sampai di titik tujuan. Perjalanan di malam hari yang cenderung sepi membuat kita harus ekstra hati-hati. Selain itu, ada pula hal unik yang ditemui yaitu adanya vespa gembel alias vespa yang dimodifikasi dan terlihat seperti barang rongsokan.
Ada banyak ‘hiasan’ di vespa gembel ini, mulai dari botol-botol, baju, bendera, dsb. Vespa gembel cenderung sering ditemui melakukan perjalanan di malam hari dengan pelan dan kadang tanpa pencahayaan yang cukup. Mungkin menghindari polisi yang razia juga kali ya. Kalaupun ketemu rombongan vespa gembel di siang hari, biasanya mereka sedang beristirahat. Kata suami, rombongan vespa gembel ini baik dan punya solidaritas yang kuat.
Jujur, area main (penjelajahan) kami masih kurang jauh juga. Tapi ini berdasarkan pengamatan mudik selama ini.
Demikianlah hal-hal yang yang kerap ditemui dan mau tidak mau harus dihadapi saat perjalanan darat di Sumatra. Adanya keterbatasan dalam perjalanan di Sumatra semoga membuat kita bisa jauh lebih siap dalam melakukan persiapan mulai dari konsumsi serta keamanan kendaraan yang dimiliki. Selamat melakukan perjalanan ya.
Yupz begitulah. Tapi ada asyiknya juga pas mudik ketemu meja jualan duku, duren
nah, ini…galak mampir, tapi dak berani beli duren. Takut kepeningan di mobil umek hehe
Paling serem kalau udah nemuin truk truk besar. Mau nyalip susah, diem di belakangnya bikin lama dijalan 😅
iya….capek kalau di belakang truk besar ini…rasanya pengen disalip terus
Hai mbak Ainun..rupanya orang Jawa juga ya, sama dong sama aku..aku juga orang Jawa loh…(eh..siapa yang nanya ya?? gapapa kan mbak, namanya juga memperkenalkan diri..hehee…)
Pengalaman aku waktu itu berangkat ke Jawa via darat, naik bus gede itu, yang paling aku takutin pas lewat jalan yang bukit-bukit itu dan melihat pinggir jalan itu jurang..waduh… sepanjang jalan hanya bisa banyak2 berdoambak..
Kalau di rest area, liat-liat dulu toilet dan tempat mandinya, kalo bersih dan nyaman aku mau mandi, tapi kalo gak bersih terpaksa aku hanya cuci muka dan gosok gigi, dan juga pake air botolan..
iya, ngeri memang jalur lintas sumatera ini. Rest area dan toilet juga terasa kurang terawat sih. Makanya milih-milih juga aku. Biasa suruh suami ngecek dulu haha
Duh jalan rusak itu bener bgt
Apalagi daerah rumahku
Mana jalan macet
Truk gede lewat
Haha, iya…kalau udah rusak, truk gede lewat…dobel kombo deh pusingnya di jalan
Wah aku belu. Nyobain jalan arah ke utara. Ternyata sama aja ya. Semoga kedepannya segela fasilitas lebih diperhatikan lg oleh pemerintah. Krn mudik itu wajiiibb
Aku belum menjelajah ke arah atas Sumatra tapi lumayan sering lewat bawah buat mudik ke Yogya dan emang bener sih. Harus ditahanin semuanya. Apalagi dulu belum ada tol. :” Ngeri-ngeri sedap berpacu dengan truk. :”
sikok lagi klo malem2 takut ketemu antu. wkwk.. konon katanya jalan lintas sumatera yg daerah hutan2 itu bnyk yg angker.. 😛
*kata siapa? kato wong XD
setiap yang dilihat bisa jadi konten untuk disajikan 😀
Biasanya juga suka ada preman atau pemalak ya Mba.. apalagi kalo malem hari. Dan pengalam aku juga tuhhh, sering ada Rosa “rombongan sapiii”.
informatif banget buat kita jadi lebih waspada kalo menempuh perjalanan darat
Hahaha dulu aku juga setidaknya 3 bulan sekali sering bolak balik Bangko-Palembang lewat jalan lintas Sumatra ini Mba :D. Dan bener banget sih dengan tulisan di atas. Jadi, dulu driver kami (aku suka naik travel) selalu berhenti di tempat makan yang itu-itu aja. Kenapa? karena kalau ga berhenti di tempat tersebut ya bakal ga ketemu lagi tempat makan yang sekiranya layak. Jadi meskipun masih kenyang kadang tetep aja dipaksain makan, daripada nanti kelaperan 😀
Daku termasuk yang ga terlalu suka sama perjalanan darat (kecuali kereta), Mbak. Selain kendala2 yang mbak tulis itu…masih suka mabok juga sih (faktor jalan rusak itu tadi juga kali ya) 😹
Haha ini bener banget semuanya. Aku paling sbel kalo jalan dikotakin tapi pas dibenerin atua diisi lebih dari jalan aslinya malah jadi gundukan. Trus pernah jg dulu ada sapi yg dengn santainya nyebrang dan bediri di tengah jalan. Belum lg ada ayam2 yg suka beterbangan 😅