Menjadi orang tua, adalah salah satu titik perubahan yang cukup besar dalam hidup saya. Jujur saja saya sempat mengalami rasa kaget, takut, merasa gagal, sedih, bahkan kesal walaupun di sisi lain banyak momen membahagiakan dan seru menjadi orang tua.
Orang tua tentu memiliki jaman yang berbeda dengan anaknya. Ketika dulu gap antara saya dan orang tua adalah urusan teknologi, kini saya dan anak akan hidup di jaman yang sama-sama mengenal teknologi dan globalisasi. Mungkin akan ada tantangan lain yang masih belum saya tahu.
Dengan adanya teknologi membuat saya lebih banyak mendapatkan informasi mengenai cara-cara menjadi orang tua yang baik namun teknologi juga memberikan saya gambaran akan adanya ancaman terhadap keluarga seperti narkoba misalnya. Omong-omong menjadi orang tua yang baik, ternyata peran lingkungan di sekitar bisa membentuk bagaimana kita berperilaku terhadap anak. Contoh saja, tak sedikit orang tua yang saling bersaing menunjukkan keahlian anaknya dan berujung kepada menekan anak untuk dapat melakukan hal yang lebih dari anak temannya. Ada juga yang merasa dulu dididik dengan keras dan berhasil, lalu ingin mewariskan gaya didikan itu saat mendidik anaknya.
Apakah itu salah? Mungkin tidak. Secara teori, menjadi orang tua yang baik itu memang banyak caranya. Tapi secara praktek akan berbeda-beda karena setiap orang memiliki keunikan dan pendekatan terhadap orang lain (anak) pun berbeda-beda.
Ibu saya berpesan, jangan menjadi orang tua yang ditakuti anak-anaknya, tapi jadilah orang tua yang menjadi sahabat anak dan tetap dihormati, bukan ditakuti. Saya pernah membaca sebuah quote dari Ali bin Abi Thalib “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu”. Hal ini membuat saya ingin menjadi orang tua yang bisa menjadi sahabat anak sesuai dengan perkembangan yang terjadi di generasi mereka.
Mengenal Kegelisahan Anak Generasi Milenial
Di era informasi yang terbuka ini, terkadang saya sering mendapat informasi apapun, termasuk tentang kelakuan anak generasi sekarang. Sebagai orang tua tak jarang saya berdecak sambil berfikir, “ih kok anak jaman sekarang gitu sih” dan berdoa semoga anak saya berperilaku tetap positif. Kalau dipikir-pikir lagi, saya kok kayak yang paling bener aja hidupnya, nge-judge anak jaman sekarang gini gitu. Padahal mungkin jaman dulu waktu seumuran anak-anak remaja saya pernah bertingkah seperti itu juga.
Sampai suatu hari saat iseng di Youtube, saya melihat trailer film My Generation. Iseng saya baca komen-komennya dan banyak tanggapan yang menjudge tentang gaya berpakaian, gaya bicara, atau pendapat yang dikemukakan oleh para pemain film tersebut.
Saya menjadi sebel sendiri, ih, ini orang-orang, belum nonton filmnya kok udah menjudge aja. Saya tersadar, walau pernah juga men-judge terhadap sesuatu, ternyata kalau kita dinilai negatif tanpa tahu kebenarannya kesal juga ya. Siapa sih kita, berani-beraninya memberikan penilaian seperti itu. Kita ini sama-sama manusia loh, yang menilai kita ya Tuhan kita sendiri. Memang sih ada panduan tentang kebaikan dan keburukan, tapi kan ga serta merta kalau kita dinilai buruk langsung masuk neraka. Memangnya kita ga punya nilai baik lain yang bisa membawa kita ke surga. Kebiasaan gitu sih ya, dicap buruk sekali, bawaannya image nya buruk aja untuk seterusnya.
Dari Trailernya, film My Generation ini mengangkat cerita tentang generasi remaja jaman sekarang yaitu generasi milenial atau disebut juga generasi Z. Terdapat 4 tokoh utama yaitu Orly (Alexandra Kosasie), Suki (Lutesha), Konji (Arya Vasco), dan Zeke (Bryan Langelo) yang bersahabat. Persahabatan keempat anak SMU ini membawa mereka pada kejadian dan petualangan yang memberi pelajaran dalam kehidupan mereka.
Secara implisit, sebenarnya keempat remaja ini banyak mempertanyakan sikap dan perilaku orang tua. Sebagai orang tua, saya mendapat reminder tentang realita anak generasi sekarang yang kritis, kreatif, open minded, dan tidak suka dengan sesuatu yang terlalu mengikat. Keempat anak ini juga mempertanyakan perilaku orang tua yang kadang tidak sesuai dengan apa yang diucapkan oleh orang tua sendiri, bahkan cenderung tidak bertoleransi, memberikan label negatif, dan lainnya. Pada dasarnya, anak-anak cenderung mudah diatur jika memang orang tua memberikan teladan yang baik, menjadi sahabat bagi anaknya, tidak menghakimi, tidak membandingkan, dan bertindak sesuai moral yang berlaku dan diajarkan.
Film karya Upi Avianto (terkenal dengan film Realita Cinta dan Rock & Roll, Radit & Jani, 30 Hari Mencari Cinta, dan My Stupid Boss) ini menjadi pengingat bahwa kita semua adalah manusia, yang sebaiknya berpikiran terbuka dan tidak memandang dunia serba saklek hitam dan putih, surga dan neraka. Karena kita bukanlah Tuhan yang memiliki hak veto atas segala sesuatu yang ada di dunia ini.
My Generation memotret kehidupan anak muda generasi milenial yang kompleks dan tentu saja berbeda dengan generasi kita dahulu. Persahabatan yang kerap ditemui saat masa sekolah menjadi salah satu tampilan menarik dari film ini. Melalui keresahan yang sama yang dimiliki oleh setiap karakternya, kita ditawarkan suguhan menarik tentang kondisi nyata generasi sekarang.
Tentunya IFI Sinema dan Upi Avianto selaku sutradara dan penulis skenario telah melakukan riset mendalam untuk menampilkan realita dalam film ini. Sebagai orang tua, saya sangat menunggu film ini karena penasaran dengan kondisi generasi jaman sekarang yang terkadang mendapat label negatif. Film ini saya rasa menjadi pembelajaran dan pengingat, serta bisa memberikan gambaran akan tantangan yang dihadapi oleh orang tua saat ini.
Oh ya, rencananya, film ini akan hadir di bioskop pada 9 November 2017, jadi, catat tanggal dan luangkan waktu untuk nonton ya.
Menjadi teman buat anak kita. PR besar buat saya nih
Saya juga nih, PR banget 🙂
Sepakat “Secara teori, menjadi orang tua yang baik itu memang banyak caranya. Tapi secara praktek akan berbeda-beda karena setiap orang memiliki keunikan dan pendekatan terhadap orang lain (anak) pun berbeda-beda.”
Jadi semakin penasaran dengan jalan cerita selengkapnya 🙂
Orang tuapun punya pendekatan yang unik dan berbeda satu sama lain akhirnya. Saya juga jadi penasaran dengan film ini 🙂
Walau baru trailer sdh dicemooh tapi setidaknya film ini menunjukkan fakta kalo banyak anak remaja di luar sana yg berontak krn tdk ada kenyamanan thd ortu ya mbak
betul mba, rasanya sekarang terlalu banyak yang beda sedikit langsung dicap jelek. Sepertinya film ini juga membahas tentang labelling.